POHUWATO - Dosen-dosen pada UPT Pengembangan Kepribadian Mahasiswa Universitas Brawijaya (PKM UB) mengadakan pengabdian kepada masyarakat dengan tema “Penguatan Literasi Berbasis Religius” di Desa Torosiaje Kecamatan Popayato Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga hari, Kamis-Sabtu (6-8/7/2023).
Tim pengabdian kepada masyarakat yang diketuai Emi Setyaningsih, M. Phil dan beranggotakan In’amul Wafi, M.Ed., Khalid Rahman, M.Pd.I., Galieh Damayanti, M.H., dan Dr. Arif Mustapa, M.SI berfokus pada pengembangan literasi pada generasi muda di desa Torosiaje agar tidak tertinggal.
Tim yang terdiri dari dosen Agama Islam, Pancasila, dan Kewarganegaraan ini memetakan bagaimana mereka mengajarkan agama namun tetap bersinergi dengan adat mereka yang kental, serta berdasar pada literasi yang mengarah pada Sustainable Development Goals (SDG’s) guna kemajuan bangsa dan negara.
Emi Setyaningsih, M. Phil menyampaikan, kondisi masyarakat di desa Torosiaje mayoritas terdiri dari suku Bajau yang memiliki tradisi bahari turun-temurun. Mereka bertempat tinggal di atas perairan laut dangkal dan berombak tenang. Penduduknya 100% memeluk agama Islam dengan basis masyarakat yang sangat religius.
“Kami memberikan perhatian serius terhadap literasi dan numerasi sebagaimana dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Literasi agama kami sampaikan dengan memberi semangat kepada adik-adik jenjang Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar, bahwa agama sangat prinsipil dalam mengarungi kehidupan dan berkelindan mempertahankan adat, serta peduli dengan kelestarian alam bahari Indonesia di Kawasan Laut Sulawesi, ” papar Emi.
Mereka memberikan pelatihan yel-yel, nasihat agama, motivasi prestasi dan pembagian alat-alat tulis, serta bahan literasi dari hasil penelitian.
Kamil La Husna, salah satu tokoh suku Bajau di desa Torosiaje menjelaskan bahwa masyarakatnya sangat terbuka dengan kemajuan luar meski tetap memegang kuat tradisi suku Bajau dalam bahasa, adat, kewilayahan laut.
“Tradisi bahari kami dikenal hingga luar negeri karena mampu menyelam di laut hingga 40 meter tanpa alat bantu. Hanya memakai kacamata renang saja atau tidak memakai alat bantu sama sekali. Bahkan hingga usia 69 tahun masih menyelam, namun mata jernih tanpa kacamata, pendengaran jelas dan fisik yang tidak pakai tongkat” ungkapnya.
Ia menambahkan, resepnya adalah literasi hidup berbasis alam bahari ciptaan Allah SWT untuk terus dirawat dan diharmonisasi kelestariannya, tidak dirusak dan dikotori. Kunci yang lain adalah berlomba dalam kebaikan dan pembangunan, tidak berburu materi berlebih dan qona’ah menghadapi segala macam beban kehidupan.
Tentang kesejahteraan, Pak Amir dari suku Bajau menyatakan jika masyarakatnya sudah cukup sejahtera, karena dari melaut tiga hingga empat hari sudah bisa menghasilkan empat hingga lima juta rupiah. Bahkan dalam kurun waktu satu tahun, pendapatan desa Torosiaje bisa tembus milyaran rupiah dari wisatawan.
“Secara modal sosial masyarakat di suku Bajau desa Torosiaje sangat layak untuk mendorong kemajuan bangsa dan negara berbasis adat bahari Indonesia yang kaya serta melimpah biota lautnya. Dengan tetap sederhana, rendah hati, mengedepankan ilmu dan agama, kearifan lokal menjadi ujung tombaknya sebagai penciri dan identitas, ” paparnya. (PKM/Irene)